Jakarta. Tren Bahasa Inggris menyihir para orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berlabel internasional dari tingkat SD hingga SMA. Para orang tua merasa bangga apabila anak-anaknya bisa cas cis cus berbahasa Inggris dengan lancar.
"Itu kebanggaan semu. Kalau sudah bisa lancar berbahasa Inggris, terus mau apa? Apakah menunjukan kualitas?" kata sejarawan Asvi Warman Adam saat berbincang dengan detikcom, Rabu (25/4/2012).
Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, siswa yang bisa berbahasa Inggris dengan lancar tidak menunjukkan kualitas ilmu pengetahuan siswa. Sebab mutu pendidikan ditentukan banyak hal, sedangkan bahasa hanyalah alat pengantar saja. Mirisnya, menurut Asvi, Bahasa Inggris di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) diterapkan sebagai bahasa baku dalam peraturan tertulis.
"Apakah ketika sekolah menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, itu berarti kualitasnya internasional? Masa hanya karena berbahasa Inggris lalu sudah bangga," ujar Asvi.
Selain menumbuhkan kebanggan semu, penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dapat mengikis kecintaan dan semangat persatuan bangsa. Dia mengingatkan bahwa Indonesia bisa bersatu dengan Bahasa Indonesia sejak dideklarasikan pada Sumpah Pemuda 1928.
"Indonesia itu terdiri dari berbagai suku dan bahasa. Kita bersatu karena ada Bahasa Indonesia, itu suatu kebanggan. Timor Timur saja yang sudah merdeka ingin Bahasa Indonesia dijadikan bahasa utama karena Bahasa Indonesia mudah dan sudah diterima masyarakat. Kalau bahasa Inggris atau Portugis atau bahasa suku setempat banyak yang ditolak," ungkap Asvi.
Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas yang mengaku tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).
Mereka menilai pasal yang mengatur penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional itu diskriminatif. Keberadaan pasal itu menimbulkan praktek perlakuan yang berbeda antara sekolah umum dan RSBI/SBI. Misalnya, dalam sekolah umum fasilitasnya minim dan guru-gurunya kurang memenuhi kualifikasi. Sementara di sekolah RSBI fasilitas lengkap dan guru-gurunya berkualitas. RSBI juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
"Kalau saya pribadi menolak RSBI, selain penggunaan Bahasa Inggris, karena menimbulkan kesan asal sudah mengajar dengan Bahasa Inggris maka sudah berkualias internasional," tuntas Asvi.(asp/nrl)
sumber :
http://www.lipi.go.id/www.cgi?berita&1335337753&1&2012&1036007543&ina
Rabu, 09 Mei 2012
Siswa Cas Cis Cus Berbahasa Inggris Kebanggaan Semu
11.36
Admin MADU
0 komentar:
Posting Komentar